Peringatan Hardiknas Dibalut Pilu, Gaji Guru Honor Rp 350 Ribu

GURU merupakan ujung tombak pendidikan. Termasuk di dalamnya peran guru honorer yang kian hari makin bertambah dengan gaji minimalis. Bahkan, upah yang terima pelayan rumah makan lebih besar ketimbang para pejuang ‘imitasi’ tanpa tanda jasa itu.

P SIDEMPUAN | Bongkarnews.com – Tak sedikit para guru honorer terpaksa gali lobang tutup lobang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Mirisnya lagi, cuma secuil harapan yang diimpikan mereka dari kucuran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Bacaan Lainnya

Inilah sedikit gambaran nasib kurang beruntung diterima para guru honorer di Sumut terutama di Padangsidimpuan. Nah, bertepatan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) kemarin, ternyata sekalangan guru honorer di sana seolah mengiba.

Mulai dari minimnya penghasilan yang diterima hingga telatnya pencairan dana BOS. “Kami hanya berharap dana BOS. Kalau dana BOS telat cair, ya gimana lagi. Kami harus utang ke sana ke mari,” sebut salah seorang guru honorer serangkaian peringatan Hardiknas.

Kisah pilu guru honorer juga ditanggapi oleh pemerhati pendidikan Kota Padangsidimpuan, Nasruddin Nasution yang biasa disapa Anas.

Semestinya, kata Anas, Hardiknas dijadikan sebagai momentum oleh pemerintah untuk mengevaluasi mutu pendidikan dan menyoroti kembali nasib tenaga pendidik terutama para guru yang masih berstatus honorer.

“Bukan saja status honorernya, namun kesejahteraan atau kelayakan upah guru mereka juga harus dicari solusinya,” sindir Anas terhadap kondisi para guru honorer di Padangsidimpuan.

Pun minimnya penghasilan yang didapat, tapi menurut Anas, masih banyak saja masyarakat ingin mengabdi sebagai guru honor.

“Jumlah guru honorer di Kota Padangsidimpuan khususnya terbilang sangat banyak. Dengan gaji yang sangat tidak sepadan dengan kinerjanya, bahkan sering terlambat atau malah tidak dibayar hingga berbulan-bulan karena menunggu cair dana BOS,” ungkapnya.

Dikesalkan lagi, lanjut Anas, niat pemerintah dan anggota dewan terhormat untuk mensejahterakan guru honorer masih sebatas omongan dan retorika semata. Hak guru untuk mendapat pengakuan berupa selembar surat penugasan sesuai amanat peraturan juga belum keluar.
“Padahal ini merupakan tiket bagi mereka untuk mendapatkan haknya. Maka sempurnalah kelalaian penyelenggara pemerintahan dalam menghargai jasa guru sebut Anas.

Pengabdian yang tulus dari guru honorer itu ternyata tidak diimbangi dengan kompensasi yang baik. Bertahun-tahun mengajar di sekolah dengan status Sarjana, ternyata penghasilannya kalah saat dibandingkan dengan seorang pelayan di rumah makan yang hanya tamatan SMP.
Bayangkan saja, survey Anas menyebut, seorang guru di daerah ini menerima gaji sebesar Rp 350 ribu sebulan. “Dengan gaji segitu (Rp 350 ribu) bisa dapat apa?. Kondisi ini semakin diperparah dengan ketiadaan intensif lain seperti Tunjangan Hari Raya (THR) dan tunjangan kesehatan. Jadi peringatan Hardiknas ini sepertinya hambar tanpa meninggalkan suatu makna,” paparnya.

Salah seorang Kepala Sekolah bermarga Hasibuan mengaku kesulitan untuk menaikkan gaji guru honorer dan tenaga kerja non ASN lain. Seperti operator di sekolahnya karena jumlah siswa yang sedikit, tidak ada bantuan dari pemerintah, tetapi pihak Dinas Pendidikan masih memasukkan tenaga honorer ke sekolahnya.

Karena sumber gaji honorer berasal dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS), maka yang dibayarkan sesuai aturan BOS, tukasnya.

Hasibuan membenarkan kalau kemampuan dari dana BOS hanya sekitar Rp 350 ribu perbulan. Ini tidak lepas dari kelebihan tenaga pengajar di sekolah tersebut.
Sementara untuk memberhentikan guru honor yang sudah lama bertugas, dirinya tidak tega. Hasibuan menyebut di sekolahnya ada tujuh orang tenaga honor, jika dibanding kebutuhannya cukup tiga orang saja.

Lain halnya boru Siregar. Guru honorer sekolah dasar (SD) ini mengatakan gaji yang mereka terima dari dana BOS dengan hitungan tiga bulan sekali.

“Jadi tiga bulan sekali baru cair uangnya. Kadang lebih tiga bulan karena dana BOS belum cair,” katanya.

Ia menuturkan uang yang diterimanya sebulan Rp 400 ribu dan kadang ada tambahan dari belas kasihan guru PNS saat uang Sertifikasi mereka cair.

Jumlah itu sangat tidak mungkin mencukupi kebutuhan dalam sebulan bagi perempuan. Kebutuhan saya lebih banyak termasuk transportasi, keluhnya.

Sementara di Kota Medan, menurut Kadis Pendidikan Hasan Basri menyebut, gaji guru honorer sebesar Rp 15 miliar yang ditampung pada APBD 2018 masih terlalu minim. Sebab, jumlah guru honorer di Kota Medan sangat tinggi.

“Jumlah guru honorer untuk tingkat Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 1.729 orang yang mengajar di sekolah-sekolah negeri di Kota Medan,” katanya belum lama ini.

Dengan banyaknya jumlah guru honorer di Kota Medan dan masih minimnya anggaran yang ditampung di APBD Kota Medan tahun anggaran 2018, maka honor yang akan diterima oleh masing-masing guru itu jauh dari jumlah Upah Minimum Kota (UMK) Kota Medan.

Hasan Basri menjelaskan, tujuan awal ditampungnya anggaran untuk guru honorer di APBD Kota Medan tahun anggaran 2018 untuk mensejahterakan para guru honorer, dengan menyesuaikan pendapatan guru honorer dengan UMK Kota Medan.

“Dari total anggaran sebesar Rp 15 milyar itu, kalau dibagi rata untuk 1,729 guru honorer di Medan, maka masing-masing mereka hanya akan menerima Rp 700 ribu per bulan. Jumlah itu masih sangat jauh dari UMK kita,” jelasnya.

Untuk itu, Hasan Basri menambahkan pihaknya akan membahas masalah pembagian tunjangan untuk guru honorer itu bersama DPRD Kota Medan. Mengingat, tidak lah layak bila tunjangan guru honorer itu dibagi rata, dengan masa kerja guru honorer yang berbeda-beda.

“Dari catatan kami, lebih dari 1.000 guru honorer yang telah memiliki masa kerja lebih dari 5 tahun dan sisanya memiliki masa kerja dibawah 5 tahun. Tidak pantaslah kita berikan honor untuk guru honorer yang baru masuk kerja dengan guru honorer yang sudah mau pensiun dengan gaji yang sama. Makanya, masalah ini harus kita bahas lagi,” ungkapnya.

Memang ada aturan dari Menteri Pendidikan yang mengizinkan dana BOS bisa digunakan sebesar 15 persen untuk membayar gaji para guru honorer. Tetapi, kebijakan itu tidak cukup untuk membayar gaji guru honor se-Sumut sebanyak 8.200 (data 2017) orang. Akibat dari permasalahan tersebut, maka sampai sekarang nasib teman-teman guru honor itu terkatung-katung. (S.PULUNGAN)

1 Guru Ngajar 16 Siswa

MENTERI Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan, penempatan guru yang disesuaikan dengan rasionya. Rata-rata di Indonesia satu guru mengajar 16 murid untuk satu kelas.

Puan telah meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mengkaji kebutuhan guru di seluruh Indonesia pada 2018. Termasuk mengkaji dan mempertimbangkan pengangkatan guru honorer.

“Honorer sekarang tentu akan kita pertimbangkan berapa jumlahnya, ini akan dihitung oleh pak Menpan (menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi) kemudian di setiap provinsi, kabupaten/kota akan dihitung oleh pak kemendikbud (menteri pendidikan dan kebudayaan) dan guru di madrasah adalah kewenangan dari pak Menag (menteri agama). Pasti kita harapkan rasionya tetap seimbang antara guru dan murid,” ujar Puan.

Sedangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir menyampaikan, berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terdapat 736 ribu guru honorer yang harus diangkat menjadi ASN.

Akan tetapi, proses kedepannya akan disinkronisasi terlebih dahulu dengan data di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

“Tadi pak wakil presiden pada prinsipnya sudah memberikan lampu hijau bahwa mulai 2018 akan ada pengangkatan guru menjadi ASN, bisa PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan bisa juga PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja),” tandas Muhadjir. (BN/NT)

Pos terkait