Bireuen -Awal Agustus lalu, kabar gembira sampai ke telinga 40 warga Desa Juli Keude Dua, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen. Alasannya, mereka termasuk dalam 7.089 keluarga di Kabupaten Bireuen yang rumahnya akan direhab oleh pemerintah. Program rehab rumah dilaksanakan melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, melalui Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Tahun Anggaran 2021.
Keberuntungan itu tidak lepas dari peran H Ruslan M Daud, mantan Bupati Bireuen yang sekarang menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dari Partai Kebangkitan Bangsa Daerah Pemilihan Aceh II.
Maklum, wakil rakyat yang akrab disapa HRD itu adalah anggota Komisi V DPR RI Periode 2019-2024, yang komisinya bemitra kerja dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, Kementerian Desa , Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).
Bahkan,dalam beberapa kesempatan, seperti saat Panen Raya Jagung di Desa Batee Raya, Kecamatan Juli, HRD dalam sambutannya mengatakan, bahwa 6.000 rumah BSPS di Bireuen adalah aspirasi dia dan partainya.
Sayangnya, rumah rehab aspirasi HRD dan PKB yang jumlahnya mencapai 85 persen dari total keseluruhan kegiatan BSPS di Bireuen, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pasalnya, kegiatan yang sedianya dilaksanakan langsung oleh Kelompok Penerima Bantuan (KPB) dalam bentuk padat karya, malah terkuak, ternyata digarap ‘pihak tertentu’ untuk mencari pundi-pundi rupiah dari rehab rumah orang miskin.
Kondisi ini terkuak saat Ari Munandar (46), salah seorang penerima bantuan di Desa Juli Keude Dua mengundurkan diri dari daftar Calon Penerima Bantuan. “Hasil kesepakatan warga, saya ditunjuk sebagai Ketua Kelompok 2,” kata Ari kepada media ini, Rabu (1/9) pagi.
Dikatakan, seusai rembuk warga, Ia menemui salah seorang pengurus PKB Bireuen dan menyampaikan bahwa dirinya perlu mengetahui penetapan harga material yang akan dibuat pada Rencana Anggaran Biaya (RAB). “Tujuan saya, untuk membantu penerima bantuan di kelompok saya. Jika harga pada RAB lebih tinggi dari harga pasar, tentunya kelebihan uang akan saya kembalikan kepada penerima di kelompok saya. Nah, setidaknya uang itu dapat digunakan untuk menambah upah tukang,” urai Ari seraya mengatakan, alokasi dana untuk upah tukang hanya Rp 2,5Juta. Yang tentu saja pasti tidak cukup, kebetulan di kelompok saya banyak yang berstatus janda,” tambahnya.
Tak pelak, apa yang disampaikan oleh Ari saat itu, langsung dibantah oleh pengurus partai yang dijumpainya sambil mengatakan, kegiatan itu bukan usulan pemerintah kabupaten, ini aspirasi HRD, Kuota BSPS di Bireuen bukan murni punya HRD. Tapi ada juga milik anggota DPR RI lain yang ‘dibeli’ dan dipindahkan ke Bireuen oleh HRD,” kata Ari mengulang pernyataan si pengurus partai. Kemudian kepadanya dijelaskan, bahwa dibolehkan ‘kerja’ untuk kelompoknya, tapi dia harus mampu menyetor Rp 3 Juta/ unit rumah, berarti Ari harus menyiapkan uang Rp 60 juta.”Saya bingung, dari mana saya dapat uang sebanyak itu. Sementara, saya jadi calon penerima BSPS karena tidak punya uang untuk merehab sendiri rumah saya,” ujar Ari.
Dirinya mengundurkan diri Ketua Kelompok sekaligus Penerima BSPS setelah menandatangani hasil survey toko pemasok material, Alasannya,, karena dinilainya ada kejanggalan pada kegiatan tersebut, setahunya, setelah KPB dibentuk, ketua bersama sekretaris dan bendahara melakukan survey ke beberapa toko bangunan untuk mendapatkan harga material yang paling murah. Faktanya, saya ditelpon oleh Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) untuk pergi ke toko tertentu yang ditunjuknya dan menandatangani form survey toko, tanpa pernah tahu berapa harga material di toko tersebut.
Apa yang disampaikan Ari senada dengan jawaban yang diberikan oleh Muhammad Anggit Kadri, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Rumah Swadaya dan Rumah Umum dan Komersial dari Satker Penyediaan Perumahan Provinsi Aceh.
Menurut Anggit, yang dihubungi lewat Whatssap kepada media ini, menyebutkan, bahwa untuk kegiatan BSPS kelompok penerima bantuan yang menunjuk dan menyepakati toko penyedia bahan, terkait bahannya menjadi tanggungjawab toko untuk menyediakan, serta menginformasikan tentang kegiatan BSPS diatur dalam Permen PUPR no 07/2018 tentang BSPS dan Surat Edaran Dirjen Perumahan.
Pak di Bsps di pasal 14 usulan dr lembaga tinggi negara, dan menjadi tanggungjwbnya utk mengawasi usulannya. Terkait material itu Kelompok Penerima Bantuan yg memilih/menyetujui tokonya. Jd ranah kami hanya yg didalam aturan, demikian jawaban terakhir Anggit kepada wartawan melalui Whatssapp.
Sedangkan Ari Munandar lebih jauh merincikan, bahwa kegiatan BSPS di kelompoknya, TFL hanya membantu penerima saat pengisian data administrasi. Namun saat pengisian data tehnik, penerima tidak pernah diberikan formulir kebutuhan material.” Sebagai Ketua Kelompok, saya pernah menghubungi TFL melalui Whatsapp dan meminta formulir kebutuhan material, yang nanti tinggal diisi jumlahnya oleh penerima bantuan, namun tidak pernah dijawab oleh TFL,” papar Ari.
Pada saat melakukan pendataan material yang dibutuhkan penerima, TFL yang didampingi oleh orang yang mengaku tim HRD, malah mengarahkan beberapa item material yang akan diberikan. “Saya sedih kehilangan jatah rehab rumah dari pemerintah. Namun saya lebih sedih lagi kalau harus menerima bantuan yang kualitas materialnya tidak sesuai dengan harga yang sebenarnya,” kata Ari mengakhiri percakapan. (Maimun Mirdaz)