Aceh Utara, BN – Pembangunan jalan nelayan Desa Sawang, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara yang menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBK tahun 2016 telah menimbulkan masalah antara kepala desa (geuchik) dengan warga pemilik lahan. Pasalnya jalan yang dibangun diatas tanah milik beberapa warga tidak mendapat izin dari pemiliknya, sehingga terkesan geuchik setempat telah telah menyerobot tanah milik masyarakat demi kepentingan proyek.
Pembangunan jalan baru diatas areal persawahan tersebut, sebagai jalan penghubung menuju areal tambak, namun tanpa meminta izin ataupun proses pembebasan lahan. Sehingga menimbulkan penolakan dari para pemilik tanah.
“Geuchik tidak berkoordiansi terlebih dahulu dengan kami selaku pemilik tanah. Tanah kami diambil untuk pembangunan badan jalan tanpa izin,” ungkap M. Umar Abdullah, salah seorang pemilik tanah di lahan pembangunan jalan nelayan tersebut, Jumat (23/09/16).
Kata Umar, kepala desa selaku penanggung jawab dalam proyek pembangunan jalan nelayan itu tidak pernah meminta izin kepada pemilik tanah sewaktu memasang patok proyek jalan, sehingga tanah milik warga terkesan di rampas secara paksa.
M. Umar menambahkan, dirinya tidak bisa terima, bila tanahnya dan masyarakat lainnya diambil tanpa ada pemberitahuan kepada mereka, dan ia mengancam akan melaporkan perihal tersebut kepada pihak penegak hukum.
“Kami memiliki akte tanah yang menyebutkan bahwa diatas lahan tersebut tidak ada jalan dasar atau lorong,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Sawang, Marzuki A. Rahman saat di komfirmasi membantah jika pembangunan jalan milik nelayan di desanya dibangun diatas tanah milik warga, menurutnya diatas jalan itu dibangun diatas tanah yang sebelumnya memang telah ada jalan dasar.
”Jalan dibangun dibangun diatas tanah yang sudah ada jalan dasar sebelumnya,” ungkap Marzuki.
Kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Utara, melalui PPTK, saat dikonfirmasi mengatakan, untuk sementara proyek tersebut akan dihentikan, sampai selesai proses penyelesaian perselisihan terkait lahan ditingkat desa.
“Sebelumnya kami tidak mengetahui bahwa proyek tersebut dibangun diatas tanah warga, bila tidak ada penyelesai diantara warga pemilik laha dengan geuchik, maka kami akan memindahkan proyek itu ke lokasi lain, atau bahkan membatalkannya dengan konsekuinsi apapun,” jelasnya. (SA)