Main Rampas, Leasing CSF Terancam ‘Dibekukan’

Tj Morawa, BN
Kembali sikap tak senonoh dipertontonkan pihak leasing. Merampas kendaraan dengan semena-mena tanpa adanya kompromi. Tindak pidana, demikian laiknya diganjar. Pasalnya, aksi ini nyata telah merugikan konsumen serta melanggar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang tata cara eksekusi. Selain itu juga melanggar Peraturan Kapolri tertuang dalam perjanjian Fidusia.

Kondisi prihatin ini menimpa Suhendra. Pria 50 tahun itu mengaku sebagai nasabah leasing CSF Cabang Lubuk Pakam, Deliserdang. Kepada kru BN, Minggu (7/1) dia bercerita tentang derita yang dialaminya.

Bacaan Lainnya

“Aku saat itu dari rumah rencana mau ke pesantren di Medan. Nah, di tengah jalan, datang seorang pria menyapaku. Lalu dia (pria tersebut-red) mengajakku ke Jalan Ring Road kawasan Setia Budi Medan,” lirih Suhendra mengawali.

Apa yang terjadi? Karena Suhendra merasa ajakan pria tersebut merupakan niat baik, lalu dia menurut saja. Namun hasilnya, rupanya berbuah bencana. “Pas aku dibawa ke salah satu kawasan pertokoan Ring Road, datanglah sekitar empat pria lagi. Aku dibawa ke ruko (rumah toko). Dan kata pria itu membawa ke ruko untuk negosiasi soal tunggakan kretaku,” tukasnya.

Apa lacur, tak lama berselang kreta Honda Beat Tahun 2015 warna Hitam BK 5045 AFM, digondol oleh empat rekan pria yang mengajaknya ke dalam ruko. Suhendra sempat begong seketika. Bahkan dirinya melihat kalau kreta yang merupakan kendaraan mencari nafkahnya itu diangkut dengan menggunakan betor.

“Aku sempat ngamuk saat itu. Tapi si pria itu menyodorkan secarik kertas yang isinya serah terima kendaraan kepada pihak debtcollector. Dan aku sama sekali tak ada menandatangani surat itu, karena aku merasa itu suatu keganjilan,” imbuhnya lagi.

Kesal atas sikap perampasan sepihak, lalu esok harinya, Sabtu (6/1), Suhendra mendatangi kantor cabang CSF Lubuk Pakam, Deliseradang. Di sana, Suhendra bertemu dengan Rozi, staf CSF Cabang Lubuk Pakam. Kata Rozi, kreta Honda Beat milik korban telah diamankan di gudang.

“Aku disarankan si Rozi melunasi tunggakan 9 bulan ditambah denda. Terus terang saja, aku berniat membayar tunggakan, tapi bukan begini caranya main rampas sembarangan saja,” tegas Suhendra mengadukan hal tersebut ke kantor BN di Jalan Raharja, Medan.

Dijelaskan Suhendra, selama ini dirinya telah membayar 23 bulan, sisa 13 bulan. Artinya, ada niat baik Suhendra untuk melunsi tunggakan tersebut. Akibat aksi main rampas tersebut, terpaksa Suhendra berjalan kaki pulang ke rumahnya di Tanjung Morawa.

Menyangkut tindak pidana main rampas ala preman jalanan yang dilakukan leasing CSF, LSM Komunitas Peduli Keadilan (KPK) Medan angkat suara. Melalui Sekjen LSM KPK, Indrawan S menyatakan bahwa apa yang telah dilakukan leasing CSF dengan mengerahkan kroninya melakukan perampasan, itu jelas mengangkangi Peraturan Menteri Keuangan (PMK), bahkan dapat dikenakan pidana.

“Kita minta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas membekukan perusahaan leasing CSF, jikalau terbukti melakukan tindakan di luar ketentuan yang telah disepakati dalam perjanjian Fidusia,” tegasnya.

Seperti diketahui, dalam perjannjain Fidusi, bahwa syarat pihak leasing bisa menarik kendaraan konsumen sebagaimana dalam surat edaran Bank Indonesia (BI) BI No 15/40/DKMP tanggal 23 September 2013 mengatur bahwa syarat uang muka Down Payment (DP) kendaraan bermotor melalui bank, minimal 25% untuk kendaraan roda dua dan 30% untuk kendaraan roda tiga atau lebih untuk tujuan non produktif Serta 20% untuk kendaraan roda tiga atau lebih untuk keperluan produktif.

Sementara Kementerian Keuangan telah mengeluarkan peraturan yang melarang leasing atau perusahaan pembiayaan untuk menarik secara paksa kendaraan dari nasabah yang menunggak kredit kendaraan.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.130/PMK.010/2012, tentang pendaftaran lelang Fidusia bagi perusahaan pembiayaan yang dikeluarkan tanggal 7 Oktober 2012.

Menurut Undang Undang Nomor 42 tahun 1999, Fidusia adalah suatu proses mengalihkan hak milik atas suatu benda dengan dasar kepercayaan, tapi benda tersebut masih dalam penguasaan pihak yang mengalihkan. Fidusia umumnya dimasukkan dalam perjanjian kredit kendaraan bermotor.

Untuk itu, kata Indrawan, sebagai debitur, pihak leasing wajib mendaftarkan setiap transaksi kredit di depan notaris atas perjanjian Fidusia ini. “Namun apa yang terjadi? Kita hampir tidak pernah mendengar kata “Fidusia” ini dan konsumen sangat asing sekali dengan kata ini. Makanya, saya anjurkan jangan dibodohi oleh leasing yang seenaknya main comot ambil kendaraan orang lain,” sahutnya.

Jadi alur yang sebenarnya ialah nasabah ke pihak leasing lalu ke notaris yang membuat perjanjian fidusia sebagaimana pengertian di atas sebelum kendaraan ditangan konsumen. Maksudnya, perjanjian fidusia ini melindungi aset konsumen.

“Jadi leasing tidak bisa serta merta menarik kendaraan yang gagal bayar atau menunggak karena dengan perjanjian Fidusia, alur yang seharusnya terjadi adalah pihak leasing melaporkan ke Pengadilan,” terang Indrawan.

Artinya, lanjut Indrawan, kasus konsumen akan disidangkan dan pengadilan akan mengeluarkan surat keputusan untuk menyita kendaraan. Dengan demikian, kendaraan konsumen akan dilelang oleh Pengadilan dan uang hasil penjualan kendaraan melalui lelang tersebut akan digunakan untuk membayar utang kredit ke perusahaan leasing, lalu uang sisanya akan diberikan kepada konsumen.

Namun pada kenyataannya, pihak leasing tidak mematuhi aturan Menteri Keuangan, sebaliknya yang terjadi pihak leasing tidak membuat perjanjian fidusia, padahal itu kewajiban mereka.

Asumsi yang muncul adalah, jika leasing tidak segera menarik kendaraan konsumen (padahal dilarang) maka akan semakin banyak tunggakan, sedangkan kendaraan itu sendiri bisa langsung dilelang oleh leasing itu sendiri tanpa peduli berapa uang yang sudah dikeluarkan nasabah untuk mencicil.

Jadi, pihak leasing untung ganda. Dari kendaraan juga pembayaran cicilan konsumen.
Disarankan jika kendaraan akan ditarik leasing, mintalah surat perjanjian Fidusia terlebih dahulu. “Jika tidak ada, maka jangan memperbolehkan kendaraan dibawa,” sarannya.

Perhatikan dengan seksama jika leasing memperlihatkan surat perjanjian fidusia, jika surat tersebut palsu, maka laporkan kepada pihak aparat penegak hukum dan pihak leasing akan dikenakan denda minimal Rp 1,5 miliar.

Jika ada pemaksaan pengambilan kendaraan, maka diekanakan pasal 368, pasal 365 KUHP ayat 2, 3 dan junto pasal 335 yang berbunyi, Tindakan Leasing Oleh Debt Collector/Mata Elang Yang Mengambil Secara Paksa Kendaraan Di Rumah, Merupakan Tindak Pidana Pencurian.

Dan, jika pengambilan dilakukan di Jalan, merupakan pidana perampasan. Jika para penagih utang berusaha merampas barang cicilan, hendaknya ditolak dan baiknya mempertahankan kendaraan.

Dalam KUHP jelas disebutkan yang berhak untuk mengekskusi adalah Pengadilan. Jadi apabila mau mengambil jaminan harus membawa Surat Penetapan Eksekusi Dari Pengadilan Negeri.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.130/PMK/010/2012 tentang pendaftaran Fidusia yang mewajibkan leasing mendaftarkan jaminan fidusia paling lambat 30 hari sejak perjanjian kredit ditandatangani. Leasing yang tidak mendaftarkan jaminan tersebut terancam dibekukan usahanya. (tim).

Pos terkait