AKBP DK Dipecat Tidak Hormat dari Kepolisian: Upaya Banding Ditolak, Kasus Penyimpangan Seksual Jadi Penyebab

MEDAN | bongkarnews – Mantan Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Wadir Reskrimsus) Polda Sumut, AKBP DK, akhirnya dipecat tidak hormat dari kepolisian. Kabid Propam Polda Sumut, Kombes Bambang Tertianto, mengonfirmasi bahwa upaya banding yang diajukan oleh AKBP DK ditolak oleh Mabes Polri.

Kronologi Kasus

Bacaan Lainnya

Kasus ini bermula pada tahun 2023, saat AKBP DK menjabat sebagai Wadir Reskrimsus Polda Sumut. Setelah adanya laporan terkait dugaan penyimpangan seksual, AKBP DK kemudian digantikan oleh AKBP Jose Delio Fernandez. Kombes Bambang Tertianto menjelaskan bahwa AKBP DK sempat tidak memiliki jabatan karena proses penyelidikan sedang berlangsung.

Upaya Banding yang Gagal

Setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP), AKBP DK mengajukan upaya banding dengan harapan tetap menjadi bagian dari kepolisian. Namun, upaya banding tersebut ditolak oleh Mabes Polri, yang kemudian memutuskan untuk tetap memberhentikannya secara tidak hormat.

“Iya, sempat banding, tapi ditolak,” kata Kombes Bambang Tertianto kepada wartawan, Jumat, 7 Februari 2025.

Rekam Jejak AKBP DK

AKBP DK merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2000. Sebelum terjerat kasus ini, ia memiliki catatan karir yang cukup panjang di kepolisian. AKBP DK pernah menjabat sebagai Kapolres Nias dan Kapolres Labuhanbatu. Namun, pada tahun 2021, ia dicopot dari jabatan Kapolres Labuhanbatu karena gaya hidup mewah dan hedonis yang ia pamerkan.

Penyimpangan Seksual dan Gaya Hidup Hedonis

Kombes Bambang Tertianto membenarkan bahwa kasus yang menjerat AKBP DK terkait dengan penyimpangan seksual. Kasus ini terjadi pada tahun 2023, saat ia menjabat sebagai Wadir Reskrimsus Polda Sumut. Selain itu, gaya hidup mewah dan hedonis yang sebelumnya ia pamerkan juga menjadi sorotan dan diduga menjadi bagian dari pertimbangan pemecatannya.

Pesan dari Kasus Ini

Pemecatan AKBP DK ini menjadi pengingat bagi seluruh anggota kepolisian untuk selalu menjaga etika dan profesionalisme dalam menjalankan tugas. Kasus ini juga menunjukkan bahwa Polri tidak akan mentolerir segala bentuk penyimpangan, termasuk penyimpangan seksual dan gaya hidup hedonis, yang dapat merusak citra institusi.

(Int)

Pos terkait