BIREUEN | BN – Terdakwa Rin dan H (40) Warga Meunasah Dayah, Kecamatan Kota Juang, Bireuen akhirnya dintuntut Jaksa penuntut Umum (JPU) selama tiga tahun penjara, plus subsidair Rp 200 Juta atau pidana penjara selama dua bulan.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Bireuen, Senin 3 April 2017 yang dipimpin Majelis Hakim yang diketuai, Fauzi. SH,MH dengan hakim anggota, Maulana Rifai, SH, M.Hum dan Muchtar, SH,MU di |Pengadilan Negeri Bireuen, Untuk mendengarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Dede Mauladi SH, Eko Jarwanto SH, Siara Nedy, SH, dan Arista, SH.
Dalam tuntutannya itu JPU Menyebutkan terdakwa Rin Bin H (40), Warga Meunasah Dayah, Kota Juang,Bireuen, terbukti beralah melakukan tindak pidana pemilihan sebagaimana diatur dalam Pasal 187A ayat (1) UU No 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor I Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, walikota menjadi undang-undang.
Dalam tuntutannya itu, selain menuntut tiga tahun penjara, juga miminta hakim agar terdakwa dihukum membayar denda sebesar Rp 200 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar,diganti dengan pidana penjara selama dua bulan .
Begitupun jaksa mengemukakan juga yang memberatkan terdakwa yang kasus tersebut, menarik perhatian masyarakat. Selain itu, Jaksa juga menyebutkan hal yang meringankan terdakwa antara lain, menyesali perbuatannya, mengakui kesalahannya, serta belum pernah dihukum.
Namun hal yang meringankan itu, terdakwa tidak pernah mengakui kesalahannya, karena fakta di persidangan terdakwa, menyebutkan membantah keterangan saksi-saksi, terutama Saksi Linawati maupun Asbarina, terutama menyangkut permintaan foto copy yang disebutnya atas permintaan terdakwa”Saksi sendiri yang menyerahkan KTP pada saya, saya bilang untuk apa ini, karena saya bukan timses H Saifannur-Muzakkar, Begitu juga kantong plastik warna hitam yang katanya berisi uang, padahal kue untuk anak saya,” sebutnya.
Terdakwa membenarkan memberikan uang masing-masing Rp 100 Ribu kepada saksi Lina dan saksi Asbarina’untuk mencoblos paslon nomor urut enam, karena mereka adalah keluarga dekat saya, meski mereka tidak mengakui.”Saya tidak mengatakan uang ini haram, jika tidak mencoblos nomor urut enam,” ujar terdakwa,
Terdakwa juga membantah keterangan Saksi Linawati maupun Asbarina terutama menyangkut permintaan foto copy yang disebutnya bukan atas permintaan terdakwa”Saksi sendiri yang menyerahkan KTP pada saya, saya bilang untuk apa ini, karena saya bukan timses H Saifannur-Muzakkar, Begitu juga kantong plastik warna hitam yang katanya berisi uang, padahal kue untuk anak saya,” sebutnya.
Ditanyai majelis hakim, jaksa dan penasehat hukum, maksud dari penyerahan uang tersebut, diakui terdakwa, sangat simpati kepada H Saifannur yang kedermawannya itu yang sudah teruji sepakterjangnya. Banyak jalan-jalan yang dibantu, belum lagi rumah orang miskin takluput dari bantuannya.
Ia tidak kenal dengan H Saifannur dan hanya tahu namanya dari spanduk yang akan menju menjadi Bupati Bireuen, serta mendengar betapa dermawanya H Saifannur sehingga timbul simpati yang mendalam dan berniat membantunya, sesuai kemampuan yang ia miliki.
Atas dasar niat yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam, ia ingin mensukseskan H Saifannur untuk bisa terpilih menjadi Bupati Bireuen. Ia berharap dengan kepemimpinannya, kelak orang g-orang miskin akan dibantu rumah layak huni.seperti yang diutarakan dalam kampanyenya.
Lalu dia mengajak saudaranya Lina dan Asbarina untuk mencoblos H Saifannur pada Pilkada Bireuen 2017 dengan memberikan uang masing-masing Rp 100 ribu untuk mereka, dan dia tidak pernah meminta fotocopi KTP mengingat dirinya bukan timses.
Untuk mendengarkan pembelaan majelis hakim mengundurkan sidang, Selasa 4 April 2017 yang pembelaannya nanti akan dibacakan penasehat hukum bersangkutan yaitu Ilham Zahri, SH dan Bahagia, SH. (Maimun Mirdaz/Roesmady)