PALAS | Bongkarnews.com – Kesepakatan Kerja Sama Tidak Tercapai 681 Masyarakat Anggota Plasma Tahap II enam Desa Kumpulkan Tanda Tangan Pengajuan Pencabutan Izin Prinsip Perusahaan Kedirjen Perkebunan.
Masyarakat anggota plasma tahap II enam desa yakni desa Aliaga, Mananti, Panyabungan, Pasar Panyabungan, Hutaraja Tinggi dan Sungaikorang, merasa sudah dibodohi oleh PT MAI, selama lebih kurang 19 tahun.
Pasalnya sejak mesyarakat enam desa menyerahkan lahan tanah Uilayat desa pada tahun 1999 ke PT MAI untuk dijadikan lahan plasma dengan sistem pembahagian hasil.
Bapak angkat 70 persen dan 30 persen anak angkat, namun hingga kini bagian atau hak yang harusnya diterima 30 persen untuk masyarakat enam desa tak kunjung terealisasi.
Hal tersebut disampaikan oleh ketua Dewan Pimpinan Kabupaten Front Komonitas Indonesia Satu (DPK FKI-1) kabupaten Padang Lawas, Darwin Hasibuan didampingi advocasi hukum M Dayan Hasibuan usai mengahdiri rapat yang dimediasi oleh kabid perkebunan Padang lawas di aula kantor desa Sungaikorang sabtu (29/9).
Dikatakannya pembodohan yang dilakukan oleh pihak PT MAI sudah terang-terangan, sebab dari ketiga kali rapat yang kita hadiri dalam bulan ini sebenarnya pada hari ini saatnya kita mendapatkan keputusan atas apa yang kita mintakan dari rapat rapat sebelumnya yaitu, supaya pengawas yang dihunjuk koperasi yang sudah sempat bertugas selama 3 bulan kemabali mengawasi jalannya sistem pengelolaan, laporan keuangan dipisahkan khusus seluas lahan 30 persen bahagian masyarakat enam desa atau 1076 Ha berdasarkan peta dan titik kordinat yang sudah dikeluarkan dan ditanda tangani bermaterai 6000 oleh perusahaan. serta laporan pengawas harus sinkron dengan hasil pengelolaan perusahaan.
Sedangkan mengenai pajak kalau mereka sudah melunasi dan dapat menunjukkan bukti pembayaran yang sah dari badan perpajakan kita siap membayarkannya karena setiap warga negara adalah wajib pajak dan kita tidak mau tergolong masyarakat penunda pajak.
Dikatakannya lagi, justru pada rapat ini mereka malah membuat pernyataan yang sipatnya untuk menunda atau mengulur waktu yaitu dengan mengatakan didalam lahan plasma masih ada tanaman yang belum menghasilkan, jadi sangat tidak per kalau masyarakat mendapat bahagian tanaman yang menghasilkan semuanya.
Kalimat tetsebut langsung dijawab ketua Kop FKIM selaku wadah dan penerima kuasa kepengurusan plasma Darwin Hasibuan, kami menyerahkan lahan tahun 1999 atau sudah 19 tahun sehingga tidak mungkin tanaman sawit belum menghasilkan kalau sudah berumur 19 tahun, seterusnya mengenai pembuatan peta dan titik kordinat lahan plasma masyarakat, batas lahan antara kebun inti dengan plasma serta penunjukan lahan saat serah terima pengawas seluruhnya kami serahkan ke PT MAI.
“Nah disini masih ada pernyataan Suyanto selaku bagian keuangan PT MAI mengatakan peta itu salah, letak dan jumlah lahan juga salah, padahal duduk disampingnya Mujiono selaku area manager sudah terlebih dahulu mengatakan peta dan titik kordinat yang dibuat surveyor Suyit sudah benar dan ditanda tangani diatas materai 6000, dan kalau ada selisih dibawah nol koma sekian mohon dimaklumi karena yang kerja adalah manusia dan yang dipakai juga alat ciptaan manusia” terangnya.
Makanya kita melihat pembodohannya sudah semakin terang-terangan saja, sehingga kita selaku penerima kuasa dan seluruh masyarakat yang tergabung berdaulat menyatakan tekad yang sama yaitu membuat pernyataan untuk mohon pencabutan izin prinsip PT MAI dari tanah wilayat 6 desa kecamatan huta raja tinggi kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara karena tidak memberi dampak positif atau malah membuat kerugian selama belasan tahun terhadap masyarakat.
Advocasi hukum DPK FKI 1 Palas mengatakan,masyarakat sudah rugi. Dibodohi, lelah dan cukup sabar,jadi sudah waktunya PT MAI hengkang dari kecamatan huta raja tinggi, agar masyarakat dapat menikmati hasil tanah wilayatnya.Untuk ini kita siap bertarung ditingkat pusat,supaya tanah yang diserahkan pada tahun 1999 ke Pt. Mai seluas 10.000 Ha kembali kepada masyarakat. Pungkasnya dengan nada tinggi. (Ali)