BANYUASIN l bongkarnews.com – Penolakan pendirian Pusat Pendidikan dan Pelatihan Umat Budha Maitreya Sriwijaya Palembang yang berada di DesaTalang Buluh, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumsel yang Oleh beberapa Aktivis dan Ormas lainya di Banyuasin mendapatkan tanggapan serta reaksi yang berbeda dari salah satu oknum guru.
Oknum Guru di SMPN I Suak Tapeh, Kecamatan Suak tapeh Kabupaten Banyuasin, berinisial LA. Bahwa dirinya mengatakan Indonesia merupakan negara yang mempunyai keberagaman agama yang resmi Serta diakui oleh Negara.
Dan dirinya juga memposting status facebook mengenai pembangunan Universitas Islam terbesar di Asia Tenggara dan segera bisa menerima Mahasiswa, kemudian LA juga menyinggung masalah kritik keras dari beberapa aktivis mengenai suara adzan mendapatkan pengaturan dari Binmas Islam.
Dari status dan komentar Oknum Guru tersebut, Emi sumirta menyayangkan prilakunya yang terkesan lebih tahu dan paham serta tidak melakukan pengkajian lebih dalam, dirinya menyarankan kepada Oknum Guru tersebut untuk bekerja sesuai fungsinya sebagai guru yang ada di Kecamatan Suak Tapeh Kabupaten Banyuasin tersebut.
“Kurasa ibu itu bicara sesuai dengan logikanya dan tidak ada dasar hukumnya. Dia berpendapat seperti itu sah-sah saja,tapi semua harus punya landasan baik secara aqidah maupun hukum formal melalui peraturan dan perundang-undangan yg berlaku,” kata Emi salah satu Anggota DPRD Banyuasin yang juga Ketua Fraksi F-PKB yang menolak keras Pembangunan Pusdiklat tersebut, Rabu (12/09).
Tapi yang kami sayangkan lanjut Emi,
“dia seperti merasa lebih tahu dan lebih mengerti dari yang lain padahal dia sendiri belum tau bahkan tidak pernah melihat secara langsung fakta dilapangan. Dirinya menyayangkan oknum guru yang sok tahu terhadap permasalahan yang ada namun hanya bisa berkomentar tanpa dasar hukum formalnya, Kasihan saja dia sampai bilang Musholah itu sudah lama tidak terpakai, Saran saya buat beliau jangan terlalu banyak bicara jika tidak tahu masalah nya, cari bahan buat belajar yaitu PP 23 TH 1988 tentang batas wilayah. SKBM 8 dan 9 TH 2006 Tentang Pendirian tempat ibadah. UU Nomor 41 Tahun 2004 pasal 40 dan PP 42 TH 2006 Tentang pengalihan tanah wakaf,” tegas Emi.
Lebih lanjut dikatakanya.
“bagi seorang pendidik tidak seharusnya langsung memvonis bahwa setiap yang dilakukan oleh penguasa itu selalu benar. “karena mereka juga adalah manusia pasti punya salah dan khilaf, seharusnya beliau memberikan komen yang ilmiah atau akademik bukan argumen atau pendapat pribadi karena dia berprofesi sebagai guru” tukasnya.
Sementara, Darsan salah satu aktivis di kabupaten Banyuasin juga menyayangkan prilaku oknum Guru yang dinilainya tidak fokus pada pekerjaanya.
Seharusnya sebagai pendidik yang bersangkutan lebih fokus pada tugas dan fungsinya dalam mencerdaskan dan mendidik anak bangsa dan sebagai dan sebagai ASN harus tetap netral.
“Apalagi jika yang bersangkutan anggota korpri polarisasi dalam keanggotaannya sudah bersifat steelsel pasif, artinya harus ada partisipasi yang aktif dari anggotanya,” ucap Darsan dengan nada lantang.
Darsan menambahkan, bahwa dari komentar oknum guru tersebut menunjukan perizinan pembangunan Pusdiklat di Talang buluh tersebut menuai kontroversi.
“Jika kita lihat dari perizinan IMB yang telah dikeluarkan Pemkab Banyuasin menuai kontroversi,” jelas Darsan Rabu (12/09).
Seperti diketahui Pusdiklat Maitreya Sriwijaya yang pada 23 April 2018 lalu Peletakan batu pertama nya di lakukan oleh Mantan Bupati Banyuasin Ir.SA Supriono di dampingi oleh Mantan Pangdam II Sriwijaya Mayjen TNI AM Putranto,Pembina Federasi INLA (International Nature Loving Asosiation) Master Wang Tzu Guang Kepala OPD, Camat Talang Kelapa, Ketua Dewan Kehormatan Yayasan Maitreya Sriwijaya, MP Citra Wirya,Ketua Dewan Kehormatan PT Mega Ceria Lestari MP Slamet Santoso dan Undangan Lain.
Pusdiklat Maitreya Sriwijaya saat ini menjadi Polemik di masyarakat pro dan kontra mewarnai pembangunan gedung yang dikabarkan terbesar se Asia ini, Pasca Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banyuasin Melakukan Sidak ke Lokasi Pembangunan Pusdiklat 28 Agustus lalu. (MD)