DUKUNGAN DAN PENOLAKAN TAMBANG, BAHAN UNTUK EVALUASI BAGI PT. DPM

DAIRI | bongkarnews.com : Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan Kebebasan mengemukakan pendapat dimuka umum dijamin dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights).

Bacaan Lainnya

Akhir-akhir ini beberapa media memberitakan sebuah gerakan untuk membenturkan masyarakat dengan masyarakat atas penyampaian sebuah pendapat, yang menolak operasional satu perusahaan tambang yang sedang melakukan pembangunan infrastrukturnya di Dairi yakni PT. Dairi Prima Mineral (PT. DPM) perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) patungan NFC cina dan BRMS. (51% dan 49%), dengan alasan-alasan tertentu.

Beberapa orang yang menyatakan diri sebagai masyarakat lingkar tambang, PHU dan Ormas, yang menyampaikan keberatan dengan adanya penolakan oleh masyarakat terhadap kegiatan PT. DPM dan mendukung keberadaan PT. DPM dan berharap segera melakukan operasional.

Padahal sejatinya pro dan kontra dalam menyambut kehadiran investasi ekstraktif seperti ini adalah hal yang sangat wajar. Jangankan pertambangan, kehadiran pembangunan fasilitas umum saja kadang terjadi perbedaan sikap dalam penerimaannya.

Lantas apa yang salah jika ada masyarakat yang menolak PT. DPM karena berbagai argumentasi yang mereka yakini. Soal dampak daya rusak tambang terhadap lingkungan, pertanian, sosial dan budaya mereka bahkan bisa menghancurkan ekonomi mereka sebagai petani.

Maka hal wajar kekhawatiran itu membuat mereka menyatakan sikap menolak, terlebih mereka menganggap selama ini PT. DPM sangat tertutup terkait informasi rencana kegiatan tambang mereka. Lantas bagi mereka yang menerima apakah mereka salah juga? Tentu tidak karena mereka juga punya argumentasi yang kuat terkait kehadiran PT. DPM yang mereka yakini bisa meningkatkan aspek ekonomi di kawasan pertambangan dan membuka lapangan kerja. Argumentasi dari kedua kelompok tersebut harus diuji dalam sebuah kajian yang nantinya akan diputuskan oleh negara.

Sampai saat ini PT. DPM belum mendapatkan izin lingkungan. Artinya secara legal PT. DPM belum bisa melakukan kegiatan yang berpotensi merusak atau mencemari lingkungan.

Nah, kondisi ini dianggap karena adanya surat penolakan dari masyarakat yang memberikan KTP sebagai bukti penolakan. Pertanyaan kita adalah apakah betul Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum memberikan izin lingkungan karena penolakan ini?

Atau jangan-jangan PT. DPM belum memenuhi aturan terkait aspek lingkungan atau Adendum Amdal yang mereka berikan tidak sesuai dengan aturan dan regulasi yang di indonesia. Artinya segala kemungkinan bisa terjadi sehingga Izin lingkungan tidak diberikan sampai saat ini.

Penolakan terhadap PT. DPM tidak boleh dianggap sebagai penghambat pembangunan sehingga mereka selalu mendapatkan intimidasi dari kelompok lain bahkan dari pemerintah yang seolah oleh bertindak sebagai humas DPM.

Masyarakat harus dilindungi hak-haknya dalam penyampaian pendapatnya jangan dibungkam dengan alasan-alasan legalitas karena jika alur itu yang dipakai maka perlu juga dipertanyakan legal standing kelompok yang coba mempertanyakan legalitas dan kegiatan kelompok lain yang menurut saya itu bernuansa intimidasi dan memaksakan kehendak dan menghambat kebebasan.

Kita juga berharap media harus memberikan informasi yang seimbang, tidak memberitakan narasi yang provokatif yang dapat memunculkan konflik di antara kedua kelompok yang berbeda sikap.

Media harus turut menjaga stabilitas melalui pemberitaan yang berempati terhadap kondisi saat ini. Jangan membenturkan rakyat dengan rakyat karena sejatinya masyarakat memiliki hak yang sama terhadap pilihan mereka, apakah menolak atau menerima PT. DPM di desa mereka.

Tidak bisa perbedaan itu dijadikan alasan untuk memunculkan permusuhan tapi harus menjadi bagian dari evaluasi pihak perusahaan jika kehadiran mereka tidak serta merta memberikan dampak baik kepada masyarakat lokal.

Saat ini kita hidup di era dimana informasi yang terbuka lebar, masyarakat sudah bisa mendapatkan informasi-informasi yang mereka butuhkan termasuk soal dampak daya rusak tambang dari berbagai media dan negara.

Dan ini bisa mereka jadikan referensi mengapa mereka menolak kehadiran perusahaan tambang. Sehingga pemberitaan selama ini bahwa ada lembaga yang memprovokasi masyarakat dengan memberikan informasi yang menakut-nakuti masyarakat terkait dampak negatif tambang tidaklah benar, penolakan itu hadir dari kesadaran mereka sebagai masyarakat.

Pihak PT. DPM pun demikian jangan menggiring opini bahwa ketidakmampuan mereka mendapatkan izin lingkungan sampai saat ini adalah persoalan penerima tambang dan penolakan terhadap tambang.

Tetapi saya yakin lebih pada persoalan internal PT. DPM yang belum mampu menyakinkan pemerintah melalui Kementrian KLHK untuk memberikan izin lingkungan tersebut.

Sekali lagi kita berharap semua pihak dapat menahan diri dan mentaati proses yang sedang berlangsung, tidak perlu mendesak kelompok lain melalui cara-cara intimidasi dan mengekang kemerdekaan berpendapat baik lisan maupun tulisan yang dapat merugikan kita semua.

Kita semua bersaudara jangan mau dipecah belah, karena perbedaan adalah sebuah kekayaan berbangsa dan bernegara.

Penulis : Duat Sihombing

  • Aktivis Sosial yang saat ini menjabat sebagai Kepala Divisi Advokasi di Lembaga Yayasan PETRASA.

(BD.007)

Pos terkait